Tulisan ini saya muat juga di kompasiana pada tanggal yang sama, rerun tayangan kick andy ahad 17 Maret 2013, jam 15.30 wib dengan topik kelirumologinya jaya suprana menjadi pandangan gres yang menarik jikalau dikaitkan dengan kekeliruan yg terjadi ketika ini khususnya investasi emas bodong.
Kelirumologi, bukanlah ilmu tetapi sebuah cara melihat sebuah kekeliruan untuk mengambil hikmahnya sehingga kita mampu menyebabkan pelajaran dan pesan yang tersirat dibalik kekeliruan semoga lebih baik bukan menjadi benar alasannya yaitu kebenaran hanya milik Yang Mahakuasa Yang Maha Benar, itu yang saya tangkap dari penjelasan jaya suprana di metro tv. Sudut pandang inilah yang akan coba dibahas, melihat fenomena investasi emas bodong khususnya GTIS alasannya yaitu membawa label syariah dan menyeret MUI sebagai lembaga majelis ulama serta pegangan umat islam negeri ini.
Kalau dilihat dari kelirumologi, memang tidak ada yg yang paling benar atau salah dalam kasus ini termasuk ketika MUI memperlihatkan sertifikat syariah dalam bisnis GTIS tersebut. Hal ini dapat kita fahami dari penjelasan ketua MUI, Ma'ruf Amin, dalam wawancara majalah detik edisi 67, menurut Ma'ruf Amin, perlindungan sertifikat alasannya yaitu GTIS melaksanakan jual beli emas dan emas merupakan komoditi yg mampu diperjualbelikan. Makara sertifikat diberikan alasannya yaitu jual beli, ada uang ada emas, ada emas ada uang. Menjual emas, membeli emas, kemudian berjanji membeli kembali emas dalam waktu tertentu. Dan penjual memperlihatkan bonus kepada pembeli bukan keuntungan, alasannya yaitu ini bukan investasi tetapi jual beli emas. Karena itu, menurut MUI disebut atthoyah atau bonus. Dimana bonus ini diberikan kepada pembeli yg tidak menjual emasnya dalam waktu empat bulan dan bonus diberikan setiap bulan. Alasan-alasan itulah yang dijadikan dasar MUI memperlihatkan sertifikat (syariah). Fatwa MUI tidak kenal investasi kalaupun ada namanya mudarabah itupun syaratnya harus ada jaminan, mudarabah itu bagi hasil bukan bonus. Ini setidaknya yang dijelaskan ketua MUI dalam wawancara dengan majalah detik edisi 67.
Makara keliru yg pertama yaitu kita menyebut korban GTIS sebagai nasabah padahal menurut penjelasan MUI yaitu pembeli. Keliru kedua, korban GTIS menyebut bonus sebagai hasil investasi atau bagi hasil, padahal atthoyah berbeda dengan mudarabah. Hal ini perlu diluruskan alasannya yaitu kekeliruan yang berlangsung lama maka seiring waktu akan menjadi sesuatu yg dianggap benar. Bahkan mampu dipolitisasi kearah yang menyudutkan MUI juga beberapa pedagang emas lainya. Dan pihak yang memanfaatkan memontum ini untuk mengambil keuntungan pun banyak, yang ditakutkan masyarakat kita lebih mendengar figur yang berbicara bukan fakta yang dicari. Misalkan kalau media dan nara sumber di tv yang "mengamini" kasus GTIS sebagai kasus investasi emas bodong juga keliru sesuai kelirumologinya jasa suprana.
Disini perlu ditegaskan bahwa kemungkinan salah faham mampu saja terjadi alasannya yaitu sumber berita yg didapat tidak sama bahkan dari sumber yang tidak faham. Misalkan saja, sales GTIS dalam menjelaskan tidak menyerupai yg disampaikan MUI atau korban GTIS juga pribadi saja percaya alasannya yaitu melihat label syariah MUI nya tanpa bertanya atau mencari berita detail dan dipahami secara utuh wacana yang dipromosikan oleh GTIS.
Dalam konteks kasus ini saya bukanlah pembela MUI atau membenarkan MUI, tetapi apa yang dijelaskan Ma'ruf Amin benar adanya, alasannya yaitu saya merupakan pelaku langsung, saya menyebutnya bukan korban tetapi pembeli emas di salah satu toko emas (ijin usahanya memang jual beli emas) tersebut, dan teladan invoicenya pernah saya muat di kompasianatanggal 9 maret 2013, memang bentuknya bonus atau bahasa tren ketika ini disebut cashback, dimana bonus ini diterima bulanan oleh pembeli, bukan bagi hasil atau investasi.
Makara dengan kelirumologi kita dapat mengambil hikmahnya, pemahaman secara komprehensif dan memahami setiap tindakan yamg kita ambil dalam berinvestasi atau jual beli apapun yaitu kata kuncinya. Sehingga dengan kemajuam teknologi berita ketika ini harusnya edukasi dan diskusi mampu dengan mudah kita sebarkan dan kita tularkan, alasannya yaitu setiap keputusan yang kita ambil harus diiringi dengan pemahaman terhadap resikonya.
Semua ini menyebabkan saya teringat dengan apa yang dikatakan Warren buffet, "Jangan masuk kekolam yang kita tidak tahu berapa dalamnya, sama juga dalam berinvestasi jangan berinvestasi yang resiko maksimalnya kita tidak ketahui".
0 Response to "Kelirumologi Investasi"
Posting Komentar