GO GREEN SEBAGAI MODEL PENDIDIKAN KARAKTER

 Karakter secara umum dapat diartikan sebagai nilai GO GREEN SEBAGAI MODEL PENDIDIKAN KARAKTER

GO GREEN SEBAGAI SALAH SATU MODEL

PENDIDIKAN KARAKTER


ABSTRACT

Karakter secara umum dapat diartikan sebagai nilai-nilai yang baik dan unik yang dimiliki setiap individu dan terpancar dalam perilaku. Karakter yang baik ini dapat mensugesti individu lain, yang dalam konteks lebih besar dapat merupakan abjad masyarakat atau bahkan bangsa. Budaya hedonisme disinyalir telah mengubah abjad bangsa Indonesia dari abjad yang tangguh, jujur, cerdas, dan peduli, menjadi abjad yang lemah, munafik, dan tidak peduli terhadap sesame. Atas dasar itu, pembangunan abjad menjadi sesuatu yang dirasa mendesak ditata ulang dalam konteks pembangunan bangsa. Ada beberapa model pendidikan abjad yang dapat digali dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. UT memilih go green sebagai model dalam pendidikan karakter. Go green dapat dipahami sebagai gerakan yang memperhatikan kelestarian lingkungan untuk mewujudkan pembangunan bangsa yang berkesinambungan. Perilaku go green dapat dibentuk dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Memperhatikan pendapat Rogers (2004) perilaku go green dapat dibentuk melalui beberapa tahapan, yaitu pengenalan pengetahuan, persuasi, penentuan keputusan, implementasi, dan konfirmasi. Melalui gerakan go green, UT dapat melaksanakan penghematan dalam penggunaan kertas, listrik, air, memperhatikan keselamatan kerja, penghijauan di sekitarnya.

Kata kunci: environmentalisme, lingkungan, hemat enegri, green office


PENDAULUAN

Tulisan ini didasarkan pada buku UT Go Green: Model Pendidikan Karakter, yang ditulis secara bersama‐sama oleh Dr. Effendi Wahyono, M.Hum, Dr. Benny A. Pribadi, MA, Dr. A.A. Ketut Budiastra, M.Ed, Ir. Basuki Hardjojo, dan Dr. Tri Darmayanti, MA.

Pendidikan abjad merupakan dasar dari pendidikan bangsa Indonesia yang dikampanyekan semenjak negeri ini berdiri. Kata-kata menyerupai nation building dan character building merupakan dua kata yang selalu didengungkan oleh para pendiri bangsa dalam rangka menggerakan rakyat Indonesia membangun bangsa secara berkarakter.

Namun dalam perkembangan akhir-akhir ini kita mencicipi semakin banyak perilaku menyimpang dari abjad yang diimpikan oleh para pendidi bangsa. Perilaku tersebut dapat kita lihat misalnya perkelahian pejar, mahasiswa, amuk massa, ketidakpedulian pada sesama, ketidakpedulian terhadap kerusakan lingkungan alam, dan sebagainya. Jika kita jujur, bencana alam, pemanasan global yang menyebabkan tingginya permukaan air laut dan terjadinya perubahan iklim terjadi akhir kerusakan lingkungan yang disebabkan karena tingkah laku insan yang tidak akrab dengan alam.

Perubahan ilklim terjadi karena memburuknya lingkungan di sekitar kita.Isu perubahan iklim ketika ini merupakan berita yang perlu mendapat perhatian serius. Salah satu taktik yang dapat dijalankan untuk mengurangi dampak tersebut ialah dengan memperhatikan prinsipprinsip pelestarian lingkungan di dalam setiap kegiatan baik kegiatan yang ada kaitannya dengan bangunan maupun kegiatan yang harus dimulai dari budaya hidup kita sehari-hari dan bagaimana kita kita menciptakan dan memelihara rumah dan lingkungan sehat. Kita semua secara sadar atau tidak sadar ialah penyumbang cukup besar terhadap kerusakan bumi, maka kita harus bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan alam dan berusaha untuk mengendalikannya (Susilo, 2011).

Sebagai institusi pendidikan tinggi, UT ingin memulai mengurangi pemanasan global dengan mengadakan gerakan UT Go Green. Kebijakan ini merupakan gerakan untuk mengelola kegiatan perkantoran secara efisien dan efektif dalam penggunaan sumber daya dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Program dari gerakan UT Go Green ialah pengurangan penggunaan kertas sebagai sarana kerja, efisiensi penggunaan energy listrik, penghematan penggunaan air, penghijauan setiap lahan terbuka, dan santunan kesehatan lingkungan, sehingga dapat membuat warga UT bekerja dengan nyaman dalam lingkungan yang asri. Gerakan UT Go Green ini terus disosialisasikan sebagai suatu jadwal berkelanjutan sehingga terbentuk abjad yang cerdas, jujur, tangguh, dan peduli.

Pendidikan abjad tidak perlu dijadikan mata kuliah tersendiri, tetapi mestinya sudah “menempel” secara otomatis dalam setiap mata kuliah. Demikian juga dengan UT Go Green. Gerakan ini bukan merupakan mata kuliah, tetapi suatu kebijakan yang eksklusif diikuti dengan tindakan nyata dalam perilaku sehari-hari. Perilaku go green yang tercermin dalam tindakan sehari-hari akan tertularkan kepada orang lain. Karena itu gerakan ini bukan penuh dengan instruksi, tetapi sarat dengan keteladanan, yang dijadikan pola faktual dalam setiap tindakan. Tindakan yang baik itu akan diikuti oleh orang lain yang pada saatnya akan menjadi adegan hidup setiap orang. Perilaku go green yang sudah menjadi adegan dari hidup tersebut akan di bawa pulang dan dapat menularkan kepada keluarga, dan selanjutnya, keluarga dapat menularkan kepada masyarakat di sekitar, sehingga lama kelamaan menjadi perilaku kolektif
dalam masyarakat.


PENDIDIKAN KARAKTER

Karakter merupakan nilai-nilai perilaku insan yang bekerjasama dengan Allah Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan budbahasa istiadat.

Kakarakter berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti cetak biru atau format dasar (Doni Koesoema, 2007: 90). Dari pengertian ini, maka abjad sebenarnya sudah merupakan bawaan dari setiap manusia.

Bila ditinjau dari segi bahasa karater berasal dari bahasa Inggris kata character yang diterjemahkan menjadi watak atau sifat. Sedangkan secara terminologi karaketer dapat dijelaskan sifat kejiwaan, budbahasa atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Sedangkan Akhmad Sudrajat mendefinisikan secara lengkap bahwa abjad merupakan nilai perilaku insan yang bekerjasama dengan Allah YME, diri sendiri, sesasama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan budbahasa istiadat.

Oleh karena itu, pendidikan abjad didefinisikan sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai kepada semua orang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Allah YME, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kenagsaan sehingga menjadi insan kamil. Untuk memperoleh hasil pendidikan abjad ini dibutuhkan upaya yang melibatkan semua komponen. Kadangkala terjadi permasalahan dalam pendidikan karater atau perubahan abjad ialah apabila suatu abjad sudah menetap dalam diri seseorang dalam waktu yang lama dan seseorang sudah berada dalam kondisi nyaman dengan abjad tersebut, Untuk mengubah abjad dibutuhkan kekuatan kemauan untuk berubah dan seberapa keras usaha untuk merubah karakter. Oleh karena itu. perubahan abjad ini dibutuhkan usaha yang maha gigih dan sedikit demi sedikit, selangkah demi selangkah.

Pada umumnya abjad atau sifat insan yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Cepat lambatnya proses perubahan abjad tergantung pada apakah lingkungan pergaulan juga menginginkan berubah karakter. Tetapi apakah abjad seseorang dapat diubah? Menurut Koesoema, abjad insan secara struktur antropologis dapat diubah. Ia membedakan dua macam abjad yaitu abjad ebagaimana yang dilihat (character as seen), dan abjad sebagaimana yang dialami (character as experienced). Karakter sebagaimana yang dapat dilihat dapat berupa kombinasi pola perilaku, kebiasaan, dan pembawaan yang secara terus-menerus dilakukan seseorang secara konsisten. Pada sisi lain, individu memiliki dimensi internal dalam menanggapi rangsangan dari luar dirinya untuk diterima, ditolak, atau dimodifikasi. Inilah menurut Koesoema disebut sebagai abjad sebagaimana yang dialami. Karakter jenis ini lebih mengutamakan tugas subjek sebagai pelaku yang bertindak berhadapan dengan diterminasi alam yang dimilikinya. Dengan demikian, ada motivasi dalam diri individu untuk mendapatkan atau menolak impuls yang datang dari luar dirinya (Doni Koesoema, 2007: 92).

Salah satu upaya untuk mengubah abjad seseorang atau kelompok orang ialah melalui pendidikan. Pendidikan abjad ialah suatu sistem penanaman nilai-nilai abjad kepada warga yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.

Pendidikan abjad dapat dilakukan melalui banyak sekali model. Sebagai lembaga penyelenggara pendidikan jarak jauh yang memiliki komunitas global, UT menerapkan model perilaku go green sebagai salah satu media untuk melaksanakan pendidikan karakter. Keinginan UT menjadi adegan dari world class university merupakan salah satu dorongan berpengaruh mewujudkan UT sebagai go green. Melalui gerakan UT Go Green, UT berharap dapat membantu mengatasi dilema pemanasan global, yang juga menjadi perhatian dalam lingkungan world class university.

UT Go Green ialah suatu gerakan seruan bertujuan meningkatkan kewaspadaan kepada lingkungan. Praktek dari gerakan ini antara lain mengurangi konsumsi karbon tiap orang per kapita (carbon footprint) atas banyak sekali sumber daya baik yang tidak bisa diperbarui menyerupai minyak bumi, gas dan mineral, maupun sumber daya kritis menyerupai pohon, air, lahan marginal, bahan-bahan kimia pembuat polymer termasuk plastik, dan lain-lain. Gerakan UT Go Green merupakan inisiatif untuk mengantisipasi perubahan iklim global (global warming), yang merupakan suatu era pembaruan pikiran dan perbuatan faktual yang taktis untuk mengintegrasikan kegiatan kehidupan insan dengan konsep pembangunan yang berkesinambungan (sustainability).


GO GREEN SEBAGAI MODEL PENDIDIKAN KARAKTER

Go gren ialah gerakan yang memperhatikan lingkungan. Gerakan ini dapat juga disebut environmentalisme, suatu gerakan sosial yang berusaha menegakkan pelestarian, restorasi, dan memelihara lingkungan alam. Denton E Morrison membagi gerakan ini menjadi tiga komponen yaitu pertama, gerakan lingkungan yang terorganisir, yang digerakan oleh sekelompok orang menyerupai lembaba swadaya masyarakat secara sukarela. Termasuk dalam kategori ini ialah organisasi lingkungan menyerupai Enviromental Devense Fund, Green Peace atau di Indonesia ialah LSM menyerupai Walhi dan Jaringan Pelestarian Hutan “SKEPHI”. Komponen kedua, gerakan lingkungan publik , ialah khalayak ramai atau individual yang sikap, tindakan, dan kata-katanya sehari-hari menyatakan kesukaannya dan menjaga kelsatarian lingkungan. Komponen ketiga, ialah gerakan lingkungan yang terlembaga secara institusional, yang mengeluarkan kebijakan yang pro lingkungan. Di Negara-negara berkembang, komponen yang ketiga ini sangat menentukan, karena di Negara-negara ini peranan negara sangat secara umum dikuasai dan peranan aparat-aparat birokrasi resmi mempunyai kewenangan hukum (yuridiksi) terhadap kebijakan umum wacana lingkungan hidup atau yang berkaitan dengan lingkungan hidup. ( ).

Jika kita menjenerikan go green dengan enviromentalisme, maka sejarah go green telah mengalami perjalanan yang cukup panjang. Dari Wikipedia, Gerakan ini dapat ditelusur dari Inggris. Pada tahun 1272, Raja Inggris, Edwar II mengeluarkan larangan pembakaran kerikil bara yang dianggap menyebabkan polusi udara. Kemudian gerakan yang sama juga dilakukan oleh Ratu Vicoria dari Inggris dengan mengeluarkan kebijakan “kembali ke alam”. Kebijakan ini dilakukan pada masa keemasan revolusi industri di Inggris pada periode ke-19. Pada periode yang sama, gerakan “kembali ke alam” juga dilakukan oleh kalangan intelektual menyerupai John Ruskin, William Morris, dan Edward Carpenter. Mereka melawan konsumerisme, polusi, dan kegiatan lain yang berbahaya dan mengancam kelestarian alam. Jauh sebelum gerakan “kembali ke alam” Victoria, di Amerika Serikat, Benjamin Franklin yang merupakan salah seorang penandatangan deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat bersama warga Philadelphia mengajukan petisi untuk menghentikan pembuangan limbah dan menghapus penyamakan kulit di tempat komersial Philadelpia. ( ) dan sumber lain). Gerakan pencinta lingkungan bahkan dilakukan juga oleh Hitler. Pada ketika berkuasa, gerakanperlindungan lingkungan dan santunan binatang merupakan berita yang popular dari rezim tersebut.

Tulisan wacana sejarah Go Green terinspirasi dari goresan pena dalam forum online Himpunan Pemerhati Lingkungan Indonesia (HPLI) pada 8 Juni 2009 (http://www.hpli.org/forum). Gerakan hijau atau lebih popular dikenal dengan istilah “Go Green” awalnya dideklarasikan oleh sebuah kelompok masyarakat di kota Hobart, Australia yang berjulukan “United Tasmanian Group” pada tahun 1972. Gerakan ini diikuti oleh negara-negara lain antara lain Kanada dan New Zealand. Gerakan hijau ini menganut paham demokrasi partisipatori dan berlandaskan prinsip “Think Globally, Act Locally”, untuk isu-isu lingkungan. Gerakan hijau merupakan suatu gerakan yang berusaha menempatkan insan sebagai penentu dalam mengatasi kesenjangan antara pembangunan dan lingkungan. Dalam beberapa kasus, gerakan ini umumnya berupa advokasi lingkungan yang berusaha meningkatkan kontrol sosial dalam kaitannya dengan pelestarian lingkungan alam.

Gerakan Hijau bermetamorfosis wacana politik dan kebijakan pemerintah. Berbagai negara mulai menyadari perlunya tindakan-tindakan politik yang melindungi dan menjaga eksistensi lingkungan. Dalam gerakan antarnegara muncul juga badan-badan antarnegara yang menyuarakan semoga Negara mempertahankan nilai-nilai ekologi, menyerupai lahirnya Protokol Kyoto.

Secara umum Protokol Kyoto ialah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB wacana Perubahan Iklim (UNFCCC), sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan global. Perubahan iklim (climate change) ialah gejala naiknya suhu permukaan bumi akhir naiknya intensitas efek rumah beling yang kemudian menyebabkan terjadinya pemanasan global. Kenaikan suhu udara ini dipicu oleh semakin tingginya kadar Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer, diantaranya oleh CO2 yang banyak dihasilkan dari acara insan menyerupai kegiatan pembakaran materi bakar fosil (misalnya minyak, gas, batubara) yang banyak digunakan untuk industri, transportasi, rumah tangga, pembangkit, dan lain-lain. (http://www.gogreenindonesiaku.com/green_opinion1.php#)

Di luar itu, sebenarnya kita dapat berperan dalam mengurangi pemanasan global. UT sebagai institusi pemerintah, berusaha untuk ikut andil dalam upaya mengurangi pemanasan global melalui jadwal UT go green.


Melalui jadwal UT Go Green, UT dapat mewujudkan fungsi pendidikan nasional, yaitu membentuk abjad yang peduli lingkungan. Peduli lingkungan merupakan salah satu perwujudkan dari tujuan pendidikan nasional, yaitu bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Di samping unsur efektivitas dan efisiensi, penerapan konsep UT Go Green ternyata juga merupakan salah satu persyaratan dalam penentuan world’s class university terhadap semua perguruan tinggi di dunia dengan mengangkat berita pemanasan global. UT berkeinginan berpengaruh untuk menjadi adegan dari world’s class university tersebut. Oleh karena itu, penerapan konsep UT Go Green di UT sudah merupakan kebutuhan yang bersifat mutlak.

Gerakan UT Go Green diarahkan untuk perubahan abjad seluruh karyawan UT dalam menyikapi ketersediaan sumber daya dengan dimulai perubahan kebiasaan, yang selanjutnya menuju perubahan perilaku.

Melalui gerakan Go Green, UT berharap dapat aktif dalam pembangunan abjad bangsa. Melalui gerakan Go Green, UT berharap dapat ikut berpartisipasi dalam membentuk pribadi-pribadi bangsa Indonesia menjadi pribadi-pribadi yang tangguh, berahlak mulia, berbudi luhur, toleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi iptek yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Allah yang Maha Esa berdasarkan Pancasila, sehingga dapat menimbulkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Untuk mencapai abjad yang diharapkan tersebut, dibutuhkan pribadi-pribadi yang berkarakter. Pribadi yang berkarakter memiliki keterpaduan antara olah hati, olah pikir, olahraga, olah rasa dan karsa. Olah hati berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan. Karakter yang bersumber pada olah hati ini antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil risiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik.

Olah pikir berkenaan dengan proses logika guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Karakter yang bwersumber dari olah pikir ialah cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, beroriantasi iptek, dan reflektif.

Olahraga berkenaan dengan proses persepsi dan penciptaan acara secara sportif. Karakter yang bersumber dari olahraga atau kinestika ialah bersih dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih.

Olah rasa dan karsa bekerjasama dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, citra, dan penciptaan kebaruan. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa ialah antara lain, berperikemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, rasionalis, peduli, mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air, gembira menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretor kerja (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 21-22).

Jika gambaran tersebut disederhanakan, olah pikir dapat menghasilkan abjad cerdas, olah hati menghasilkan abjad jujur, olahraga menghasilkan abjad tangguh, dan olah rasa membentuk abjad peduli. Gerakan Go Green diharapkan dapat menghasilkan keempat sikap tersebut sehingga membentuk pribadi yang berkarakter.

Cerdas merupakan sifat yang ditandai oleh perilaku dan tindakan yang sempurna dalam menghadapi sebuah situasi. Individu yang cerdas senantiasa memiliki kemampuan berfikir yang baik sebelum memutuskan untuk bertindak. Kecerdasan selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dibentuk oleh faktor pengalaman, melalu pengalaman yang bermakna seseorang akan memiliki sifat dan abjad yang berpengaruh yang dapat digunakan untuk menghadapi sebuah kondisi dan situasi.

Individu perlu memiliki abjad cerdas dalam menghadapi situasi cerdas dalam menghadapi situasi dan kondisi yang berkembang semakin kompleks. Terkait dengan pola hidup Go Green seseorang harus dapat memilih sikap dan tindakan yang sempurna untuk dapat menciptakan kehidupan yang nyaman, aman dan lestari ekologis.

Pembentukan abjad cerdas terjadi manakala individu telah memiliki pengetahuan untuk menentukan suatu sikap atau tindakan. Untuk membangkitkan abjad ini UT, sebagai aktivis gerakan Go Green, perlu memfasilitasi sivitas akademika dengan nuansa lingkungan yang berwawasan konservasi.


PROGRAM KERJA UT GO GREEN

Gerakan UT Go Green dicanangkan oleh Rektor UT pada tanggal 2 Mei 2010, bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional, sekaligus merupakan pembukaan dari rangkaian jadwal Dies Natalis UT yang puncaknya pada 4 September. Acara yang dihadiri oleh Wakil Menteri Pendidikan Nasional ini ditandai dengan penyematan pin UT Go Green yang diikuti oleh seluruh karyawan UT baik di Pusat maupun di 37 UPBJJ-UT di daerah. Sejak itu, untuk mengingatkan seluruh karyawan UT untuk selalu melaksanakan tindakan go green, setiap karyawan wajib mengenakan pin UT Go Green hingga tanggal 4 September 2010 yang merupakan puncak jadwal dari rangkaian kegiatan Dies Natalis.

Kebijakan untuk membuatkan UT Go Green ialah upaya untuk menumbuhkembangkan sikap mental warga UT menjadi insan yang berjiwa entrepreneur, hemat, efisien, efektif dan disiplin. Strategi yang dijalankan ialah keteladanan sikap mental, dan komitmen untuk menwujudkan kebijakan tersebut.

Upaya yang dilakukan untuk mewujudkan kebijakan UT Go Green ketika ini ialah dengan sosialiasai jadwal melalui banyak sekali madia menyerupai forum rapat, upacara bendera, maupun web. Program yangh sekarang berjalan untuk mewujudkan UT Go Green ialah penghematan listrik, penghematan kertas dan tinta/tonner, dan penghijauan.

Beberapa jadwal kegiatan yang dapat dijadikan sebagai implementasi dan sekaligus dapat menjadi indikator tingkat keberhasilan penerapan UT Go Green, antara lain: (1) Bangunan UT Go Green yang menghasilkan abjad cerdas, tangguh, jujur, dan peduli sebagai pigurnya.

Pengurangan penggunaan kertas; (2) Pengurangan penggunaan energi/listrik; (3) Pengurangan penggunaan Air; (4) Pengurangan penggunaan produk berbahan baku plastik dan yang berbahaya bagi kesehatan; (5) Maksimalisasi Ruang Terbuka Hijau dan estetika; dan (6) Peningkatan Keselamatan dan kesehatan kerja.

Pengurangan Penggunaan kertas

Kertas merupakan sarana kerja yang paling banyak digunakan dalam kegiatan perkantoran. Kondisi yang ada selama ini menyampaikan bahwa sebagian besar kantor baik pemerintah maupun swasta sangat boros dalam pemakaian kertas. Hal ini bukan saja akan berdampak pada meningkatnya volume limbah yang dihasilkan, namun juga secara tidak eksklusif hal ini akan memboroskan penggunaan sumber daya alam hutan, yaitu kayu yang ditandai dengan peningkatan penebangan pohon.

Di UT, kertas selain untuk tata persuratan perkantoran, digunakan pula untuk peencetakan draft buku materi pokok (modul), dokumen lelang, kontrak, dan pencetakan naskah ujian. Untuk penghematan kertas, UT telah mengeluarkan kebijakan dalam beberapa hal. Undangan rapat dan notulennya dikirim melalui e-mail. Pembuatan draft dokumen lelang, kontrak, pengoreksiannya dilakukan secara elektronik. Jika terpaksa menggunakan draft secara tercetak, pencetakannya dilakukan secara dua muka (bolak-balik). Saat ini hampir semua undangan rapat, pendistribusian notulen rapat, dan sarana komunikasi lain menyerupai pengoresian naskah buku materi pokok, draft dokumen kontrak, draft dokumen lelang, dan semacamnya dilakukan secara elektronik.

Pengurangan Penggunaan Energi

Energi listrik merupakan energy yang paling banyak digunakan untuk kegiatan perkantoran pada umumnya. Listrik digunakan untuk penerangan, computer, dan AC. Untuk bisa menghemat penerangan listrik, maka gedung didesain dengan menggunakan pencahayaan alam secara maksimal. Dengan demikian kita dapat sedikit mungkin menggunakan penerangan listrik. Jika terpaksa harus menggunakan penerangan listrik, penggunakan lampu listrik harus menggunakan jenis lampu yang hemat energy. Secara bertahap UT mengganti lampu-lampu kerja dengan jenis Light Emitting Diode (LED). Jenis lampu ini selain dapat menghemat penggunaan energi listrik juga dapat mengurangi panas ruangan dibandingkan dengan menggunakan lampu biasa (neon, bohlam maupun lainnya).

Sebuah perusahaan di Carolina Utara, Amerika telah membuat gedung yang penerangannya menggunakan lampu LED sebagai pengganti lampu biasa. Hasilnya, mereka dapat menghemat energi yang digunakan hingga 48%. (
http://cvastro.com/ac-daikin-vrv-system.htm (9 Des 2011)
http://www.hpli.org/forum (Nov 2010)
(Nov.2010)
Nasoetion, P. (2011) “Pemanasan Global Dan Upaya-Upaya Sederhana Dalam Mengantisipasinya”
http://www.gogreenindonesiaku.com/green_opinion1.php# (8 Des 2011)
Pemerintah RI. (2010). Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa tahun 2010-2025. (tanpa penerbit).
---------- (2005) “Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 10 tahun 2005 wacana Penghematan
Energi”.
---------- (2005) “Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 8 tahun 2005, tentang
Pedoman
Peningkatan Pelaksanaan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja”.
Rogers, E. M. (1995). Diffusion of Innovations (4th ed). New York: Free Press.
Susilo, Wilhelmus Hary , (2011) Penyuluhan "Rumah dan Lingkungan Sehat" (10 Desember)
Sumber https://learnmine.blogspot.com

0 Response to "GO GREEN SEBAGAI MODEL PENDIDIKAN KARAKTER"

Posting Komentar